sang ublik
Sabtu, 09 Juni 2012
Selasa, 29 Juni 2010
Cerita Asal Mula Danau Sentani
Asal mula Danau Sentani tentunya belum banyak yang tahu bagi masyarakat Papua terlebih bagi masyarakat asli Sentani Kabupaten Jayapura. Namun, kita akan mengetahui dari balada berdurasi kurang lebih 45 menit yang ditampilkan sanggar tari Honong pimpinan Theo Yepese pada pembukaan Festival Danau Sentani (FDS) III, Sabtu (19/6) pekan lalu.
Seperti apa cerita terjadinya Danau Sentani?
Indonesia, merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai beragam suku dan budaya yang berbeda beda. Tentu, dengan keanekaragaman budaya tersebut, menyimpan berjuta cerita masa lampau (sejarah) yang diwariskan secara turun-temurun, sebut saja cerita tangkuban perahu, maling kundang, candi borobudur dan sebagainya.
Papua, termasuk salah satu ras di Indonesia yang paling unik dan juga memiliki jutaan cerita masa lalu, yang salah satunya adalah sejarah terjadinya Danau Sentani. Tarian Keping, yang mengisahkan rahasia awal terjadinya Danau Sentani dengan dimainkan sekitar 40 orang berkostum khas Papua itu, menguak kembali terjadinya Danau Sentani ke permukaan publik.
Hanya dengan sebuah harta karun berupa gelang Kristal (Heba), dan tiga biji manik-manik yang dalam bahasa suku Sentani disebut dengan Hawa, Hae dan Naro. Ondofolo (Kepala Suku) Walli bersama kerabatnya Hoboy, membeli air di penguasa pegunungan Robonsolo (Sekarang Cycloop) bernama Dobonay pada masa lalu, untuk meminta air bagi rakyatnya.
Ondoafi Wali dan Hoboi hidup di atas satu bukit yang disebut Yomokho di Kampung Donday, Sentani. Di atas bukit ini tidak ada air sebagai sumber kehidupan, maka Ondofolo bersama Hoboy naik ke Gunung Robonsolo untuk menghadap Dobonai, penguasa air dengan membawa sejumlah harta karun untuk membeli air.
Cerita berawal ketika masa lalu terjadi bencana kekeringan yang melanda seluruh daerah Sentani, dan berdampak pada kehidupan rakyat Sentani. Tak menunggu lama, Ondofolo langsung mengajak Hoboy untuk pergi membeli air keabadian (air yang tak pernah berhenti mengalir) kepada Dobonay di Gunung Robonsolo.
Air itupun dibeli dari Dobonay, yang pada saat itu pembayarannya dilakukan kepada kedua anak Dobonay, yakni Bukunbulu dan Robonway. Meski sempat terjadi kesalahan dalam pembayaran, tetapi saat itu permasalah tersebut dapat ditengahi oleh Dobonay. Setelah mendapat air, Ondofolo Wali bersama kerabatnya pulang ke rumah.
Sebelum pamit, Dobonay berpesan agar di perjalanan nanti, jika bertemu hewan jangan diburu. Sebab, jika dilanggar, akan terjadi cobaan bagi mereka berdua. Tetapi karena sifat manusia, aturan tersebut dilanggar, Ondofolo Wali dan Hoboi melupakan pesan Dobonay, justru keduanya memburu seekor hewan yakni burung Kasuari.
Sebuah tembakan anak panah dari Haboy berhasil mengenai sasaran, namun alangkah kagetnya kedua manusia itu, sebab burung kasuari tersebut langsung menghilang bersamaan dengan air keabadian yang dibawa oleh keduanya.
Bersamaan dengan peristiwa tersebut, datanglah sebuah air bah dan menghanyutkan semua benda-benda yang berada disekitar tempat tersebut, dan selanjutnya air bah itu membentuk telaga raksasa yang saat ini dikenal dengan Danau Sentani.
Kejadian ini harus dibayar mahal dengan tenggelamnya anak Ondofolo Wali. Namun keteguhan dan rasa bertanggung jawab kepada rakyatnya, sang Ondofolopun sempaty meratap berlama-lama atas kematian anaknya itu.
Namun, dirinya langsung mengajak seluruh rakyatnya untuk secara bersama-sama menyampaikan ucapan syakur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan pemberian telaga raksasa yang terbentang dari Nolobu (Timur) Kampung Yokiwa hingga Waibu (Barat) Kampung Doyo dan sekitarnya yang berada hingga saat ini.
Dengan peristiwa ini, Ondofolo Wali menyadari bahwa untuk memperoleh sesuatu yang baik harus ada pengorbanan, sekali pun itu adalah orang yang sangat dicintai. (*)
sumber: http://pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ dengan penambahan foto dari sang ublik
Menoleh Sejenak Ke Sudut Timur Jauh Nusantara
Kami lega akhirnya ketika saudara kami yang mengantar mengatakan "kita sudah sampai..." sampai di perbatasan Republik ini dengan Papua New Guinea, yang
Di tanah perbatasan ini telah dibangun sebuah taman yang di dalamnya terdapat sebuah tugu yang menjadi tanda bahwa titik ini merupakan pemisah pulau ini menjadi 2(dua) negara antara negara Republik Indonesia di sebelah barat dan Papua New Guinea di sebelah timur...titik paling timur indonesia 141° 1' 10" BT dan 8° 25' 45" LS. Tugu ini di dirikan pada tanggal 23 Agustus Tahun 1967.
Tugu Perbatasan RI-PNG
Isi dari Taman Perbatasan
Jalan Setapak yang sudah bukan Tanah Air Indonesia (Udah Luar Negeri...Hehehe :))
Gundukan tanah liat yang merupakan sarang semut, dapat kita temukan dan kita nikmati ke Agungan Alloh SWT.di Taman Perbatasan. Subhanalloh....
dialami pada 24 Juni 2010 oleh ublik
Senin, 28 Juni 2010
Taman Nasional Wasur
Taman Nasional Wasur merupakan perwakilan dari lahan basah yang paling luas di Papua/Irian Jaya dan sedikit mengalami gangguan oleh aktivitas manusia. Sekitar 70 persen dari luas kawasan taman nasional berupa vegetasi savana, sedang lainnya berupa vegetasi hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi hutan di kawasan taman nasional ini antara lain api-api (Avicennia sp.), tancang (Bruguiera sp.), ketapang (Terminalia sp.), dan kayu putih (Melaleuca sp.). Jenis satwa yang umum dijumpai antara lain kanguru pohon (Dendrolagus spadix), kesturi raja (Psittrichus fulgidus), kasuari gelambir (Casuarius casuarius sclateri), dara mahkota/mambruk (Goura cristata), cendrawasih kuning besar (Paradisea apoda novaeguineae), cendrawasih raja (Cicinnurus regius rex), cendrawasih merah (Paradisea rubra), buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae), dan buaya air asin (C. porosus). Keanekaragaman hayati bernilai tinggi dan mengagumkan di Taman Nasional Wasur, menyebabkan kawasan ini lebih dikenal sebagai “Serengiti Papua”. |
Lahan basah di taman nasional ini merupakan ekosistem yang paling produktif dalam menyediakan bahan pakan dan perlindungan bagi kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan kepiting yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Berbagai jenis satwa seperti burung migran, walabi dan kasuari sering datang dan menghuni Danau Rawa Biru. Oleh karena itu, Danau Rawa Biru disebut “Tanah Air” karena ramainya berbagai kehidupan satwa. Lokasi ini sangat cocok untuk mengamati atraksi satwa yang menarik dan menakjubkan. |
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi: Musim kunjungan terbaik: bulan Juli s/d Nopember setiap tahunnya. Cara pencapaian lokasi: Dari Jayapura ke Merauke (Plane) dengan waktu 1,5 jam, kemudian dari Merauke ke lokasi menggunakan kendaraan roda empat dalam waktu satu sampai dua jam melalui jalan trans Irian (Jayapura-Merauke).
|
Kantor: Jl. Raya Mandala, Gang Spadem No. 2 Merauke 99611, Papua/Irian Jaya Telp. (0971) 322495, 325406, 325408 Fax. (0971) 325407 |
sumber : http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_wasur.htm